Ayahku Diktator Hebat!
Kekeluargaan yang tampak membahagiakan di saat resepsi pernikahan para
tanteku itulah yang menyebabkan aku berkeinginan untuk mondok lagi selepas dari
pesantren SMAku. Ya, kekeluargaan yang bukan dari garis nasab itulah yang
mengalahkan gengsiku menerima tawaran ibuku untuk melanjutkan sekolah diluar
semarang.
Pilihan seorang ibu memang tidak salah. Syukurku pada
Tuhan tiada tara, karena dua misi sekaligus aku dapatkan dalam satu waktu,
yaitu melanjutkan sekolah tinggi dengan gratis dan mendapatkan ultra petita
yaitu, “ayah” baru.
Ayah baruku terlalu sempurnya bagiku, mungkin ini ultra petita dari
Tuhan, demi mengembalikan semangatku yang hampir terputus
dari kasih
sayang Tuhan.
Dia selalu tampil rapi, siap, sigap dengan segala kondisi, dan
semangat meskipun kesederhanaan selalu melekat pada dirinya. Bukan karena tidak
punya harta, namun teladanlah yang membuat laki-laki berusia 34 ini selalu
tampil sederhana. Kesederhaan itu bukan berarti menunjukkan kesederhanaan ilmu
abah HOHE, melainkan iplementasi dari capaian tertinggi ibadahnya pada sang
penguasa alam.
Ayahku seorang penghafal al-qur’an. Segalanya didasarkan pada
al-qur’an, bahkan doktor ilmu politik ini berambisi melahirkan kader-kader yang
berkarakter qur’ani. Tidak tanggung-tanggung,
kedua anaknya hokma dan hekma dijadikan kelinci percobaan atas
ambisi tersebut.
Ayahku seorang yang cerdas spiritual, intelektual, maupun finansial.
Seandainya kecerdasan ayahku dipakai dalam segala kondisi, aku yakin sosok
Muhammad mampu tergambar jelas dalam diri laki-laki kelahiran rembang 1 april
1979 ini. Meskipun demikian, ayahku adalah sosok manusia
yang paling disiplin sepanjang yang aku temukan. Saking disiplinnya, laki-laki
berambut hitam lebat itu rela kelaparan demi ucapan yang pernah dilontarkannya di depan
anak-anaknya.
Ayahku selain berdisiplin tinggi juga sangat tegas, layaknya Umar bin Al-Khattab sahabat Nabi. Ketegasan laki-laki
yang sudah hafal al-Qur’an semenjak kelas 2 SMA tidak pernah menampakkan
kemarahannya terhadap anak-anaknya. Kalaupun terpaksa marah, cara yang
dilakukan laki-laki
pecinta sambal ini meniru cara
Allah mengadzab hamba-hambanya. Hukuman inilah yang sering kali membuat para anaknya segan pada suami
dokter spesialis anak RSUP dr. Karyadi Semarang. Meskipun Al-Ghazali mengajarkan bahwa, seorang pendidik (guru,
orang tua) harus menggunakan cara mendidik yang sesuai dengan latar belakang anak
didiknya, komisaris salah satu BUMN ini memilih untuk menggunakan cara yang
sama dalam mendidik anak, termasuk dalam menghardik anak didiknya.
Sering kali aku merasa kasihan pada ayah atas apa yang menjadi
angan serta harapan untuk masa depan kami,
anak-anaknya (itupun kalau masih pantas menjadi anak). Entah ayah ideologisku tahu
apa tidak konstalasi yang terjadi pada anak-anaknya, aku tidak tahu. yang aku
tahu hanyalah perubahan perlakuan saja. Hal inilah yang membuat ketidak totalan
kerja anak-anaknya. Apalagi dengan label yang melekat pada anak-anaknya, seolah
menutup mata ayahku untuk berbalik arah melirik kami yang “beda”. Bukan karena iri maupun dengki, namun keinginan untuk “disentuh”
seorang ayah adalah perasaan manusiawi seorang anak. Sebab, sentuhan seorang ayah dipercaya
mampu menjadi stimulus
semangat belajar dan berjuang bagi anak-anaknya. Hal ini telah dibenarkan oleh
psikologi pendidikan pada bab teori belajar, bahwa adanya reward (apapun
bentuknya) mampu memompa stimulus semangat belajar anak. Hal ini disebabkan
karena “sentuhan” ayah merupakan reward bagi setiap disciples (panggilan anak ideologisnya). Aku hanya mampu menjawab dengan ke-imanan bahwa tidak mungkin ayah
menciptakan akibat kalau tidak adanya sebabnya. Yah, aku hanya percaya itu.
Ayahku adalah orang langka yang pernah aku ketemui selama 21 tahun
ini, hanya dia yang rela berkorban secara total untuk
orang lain, yang orang-orang itu belum pasti memberikan imbalan kepadanya.
Keikhlasan laki-laki yang menghabiskan waktunya untuk perkaderan inilah yang
terkadang oleh bayak orang dijadikan kiblat dalam mengurus umat. Dia tidak
pernah mengeluh ataupun mengharap bantuan orang lain dalam berjuang.
Semuanya diserahkan pada Allah, karena memang dia percaya betul pada kekuatan
fikiran dan berkah shadaqah. Sehingga, tidak jarang laki-laki berkulit kuning
bersih ini mengkalkulasi sedekahnya dengan kalkulasi matematika dinamis yang
akan ditangguhkan pada Allah.
Ayahku seorang pejuang yang tidak kenal lelah dan letih. Perjalanan
yang berasuransikan nyawa dia tempuh setiap akhir pekan, seolah menjadi
pekerjaan wajib dalam hidupnya. Meskipun baru melahirkan lima generasi (yang
terkalkulasi), rutinitas ayahku memakan banyak waktu, tenaga, harta, kasih
sayang, bahkan pengorbanan ini terlihat menjadi karakter seumur hidupnya. Didukung
dengan lingkungan yang memacu ambisi laki-laki yang telah mendedikasikan diri
di partai politik sejak tahun 2004 untuk membangun negara Indonesia melalui
pengkaderan para calon pemimpin. Inilah jalan perjuangan yang dipilih oleh
penulis gagasan “Politisi Muda Tak Berdaya”. Beliau beranggapan bahwa politiklah yang
mengatur kehidupan di negeri ini.
Apapun hambatan dan rintangannya, dia
lewati dengan penuh kesabaran dan kepasrahan. Segalanya dari yang Maha Pencipta. Semoga Allah memberikan panjang usia yang berkah, pak diktator.
Agar impianmu mampu terwujud, menjadikan Indonesia “Hebat”. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar